Remember December

“Kamu dimana?”
“Masih di sekolah nih, jemput aku 15 menit lagi ya?”
“Siap tuan puterikuuu…” Jawab pemuda berbadan tegak itu agak sedikit menggoda.

Yang di seberang sana hanya terkekeh geli. Ia tak menyangka bisa dekat dengan cowok sedikit lebay tapi ganteng itu. Bukan tanpa alasan, ia merasa sangat istimewa karena bisa memiliki cowok yang diincar oleh banyak gadis di sekolah maupun di luar sekolah itu.

Klik.

Setelah mematikan ponsel, gadis itu jalan sembari senyum-senyum sendiri. Ia masih membayangkan awal pertemuannya dengan laki-laki itu. Berawal dari menerobos antrean di salah satu restoran junk food, memarahinya, dan lama-lama memikirkannya sampai akhirnya jadian di warung pecel lele. Iya, sangat aneh bukan?.

**

Bruuumm… Bruummmm

Suara mobil berderum di depan sebuah gedung sekolah SMAN NUSA BHAKTI. Gadis itu tersenyum lebar sambil melambaikan tangan. Tak lama kemudian, sosok laki-laki bertubuh tegap menjemputnya dan membukakan pintu mobil untuk gadis berambut sepinggang itu.

“Kita jadi nonton kan?”

Yes, my lil unicorn. Tapi baiknya kamu ganti baju dulu deh, kamu kayaknya masih bau keringet, trus biar tambah cantik juga, heheee.. Ucapnya sambil menoel pipi tembem gadis yang ada di sebelahnya.

“Iiiihh Rioo, udah ihhh.” Ia langsung menepis tangan itu dan mengalihkan pandangannya ke arah jendela, warna pipinya berubah menjadi merah merona. Ia baru menyadari bau keringatnya karena hari ini habis ada pelajaran olahraga. Yang pasti, ia malu.

“Lha kenapa? Kamu lucu deh kalo lagi ngambek. Bikin tambah saayaaanggg.”

Yang ditanya hanya bisa diam sambil menahan malu. Sementara yang daritadi menggodanya malah makin menjadi-jadi. Setelah beberapa menit mereka diam, Rio mencoba membuka pembicaraan lagi.

“Mitha….”

Masih diam.

“Paramitha..”

Dengan sedikit canggung, Mitha menoleh ke arah Satrio yang kini memasang wajah super-manis yang menurutnya sangat imut itu. Entahlah, walaupun dia alay, tetapi ia dapat mengubah sosok Mitha yang tadinya pendiam, menjadi Mitha yang orang kenal sekarang. Mitha yang periang.

“Jangan malu, aku sayang kamu.” Rio mengacak-acak puncak kepala Mitha dengan gemas.

Deg.

Hati Mitha seolah sedang berloncat-loncatan kesana kemari. Ia merasakan sesuatu yang hangat menjalar di dalam lubuk hatinya. Kini ia tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya.

“Hmm.. ehe, iya Rio. Aku sayang kamu juga.”

**
Setelah pulang dari acara nonton, Mitha sangat senang. Dari pintu masuk sampai menaiki tangga, Mitha bersenandung ria. Ibunya hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala ketika melihat tingkah anaknya itu.

Setelah itu Mitha langsung membanting dirinya ke kasur. Ia masih membayangkan bau parfum maskulin dari Rio yang menggenggam erat tangannya sewaktu di bioskop tadi. Lamunannya buyar ketika ada suara notifikasi dari ponselnya yang ternyata berasal dari  Sophia, teman lain sekolah yang bertemu ketika mengikuti salah satu lomba di tingkat nasional. Mitha segera mengambil ponsel itu dari nakasnya.

From : Sophia

Hai Mitha. Apa kabar? Aku mau kita ketemuan di kafe biasa yak? Ada banyak hal yang mau aku omongin sama kamu. Intinya, aku kangen kamu. Aku tunggu besok jam 9 pagi ya?!”

Tak lama kemudian Mitha mengirim pesan ke Sophia.

For : Sophia

Hai juga Sophia, aku baik ko. Okedehhh. Can’t wait for tomorrow. Hehe.”

Setelah itu, Mitha meletakkan kembali ponselnya dan kemudian dia tertidur pulas.

**

Cahaya matahari dirasa cukup menyilaukan. Ia terbangun. Mitha heran kenapa ibunya ada disini, dan melihat kearah jam, What? Sekarang sudah jam 08.30?!.

Aduh, 30 menit lagi aku harus sampai nihh. Celetuk Mitha dalam hati.

“Mama ngapain disini?” Ucap Mitha keheranan sambil sedikit menguap.

“Tuh, dibawah ada Rio daritadi nungguin kamu, eh gataunya masih tidur. Udah mama bangunin kamu masih molor aja.”

“Haaaahh? Yauda bilang ke Rio tunggu sepuluh menit lagi ya mahhh.”

“Iya Mitha.”

**

Setelah mengencangkan sabuk pengamannya, mobil itu melaju membelah keramaian di ibu kota.

“Kamu mau kemana? Aku mau ngajak kamu ke mall nih.”

“Umm, maaf ya Rio, aku ada janji sama Sophia mau ketemuan. Maaf ya ngga bilang ke kamu dulu.”

“Ohh yaudah aku anter kamu aja, lagian aku juga kalo gajadi jalan sama kamu mau latihan basket dulu.”

“Kamunya gapapa kan?”

“Iya gapapa ko.”

**

“Hai Fi, maaf ya nunggu lama. Tadi aku bangunnya kesiangan. Hehe.” Mitha mengulurkan tangannya ke Sophia yang sedari tadi menunggu. Rio yang tadi mengantar Mitha hanya sampai di depan pintu kafe dan langsung bergegas pergi.

“Ohh iya gapapa Mit, aku juga baru dateng sekitaran lima menit sih..” Sophia mengulurkan tangan ke Mitha juga.

Setelah itu, mereka ngobrol panjang lebar mengenai kehidupan mereka masing-masing. Sampai tak terasa sudah dua jam mereka berada di tempat ini. Ya walaupun hanya memesan minuman dan selebihnya numpang  wifi-an.

“Fi, aku pergi dulu ya, maaf baget gabisa lama-lama..”

“Oh yaudah, kapan-kapan lagi ya Mit. See u.” Sophia melambaikan tangan kearah Mitha.

“Iya, see u too..” Mitha membalas lambaian tangan Sophia.

**

Mitha sudah ditunggu oleh Rio di dalam mobil. Kini mereka hendak pergi ke salah satu pusat perbelanjaan di kota. Setelah sampai disana, mereka melihat beberapa koleksi baju dan Mitha membelinya. Setelah dirasa cukup, kini perut Mitha berbunyi. Menandakan bahwa cacing-cacingnya sedang kelaparan.

Kruyukkk kruyuuuuukk…

Aduh! Ni perut kenapa bunyi coba? Malu-maluin aja!. Gerutu Mitha dalam hati. Mitha malu kalau suara itu di dengar oleh Rio yang berada disampingnya. Rio yang sadar akan gerak-gerik Mitha langsung menoleh kearahnya.

“Kamu laper?”

“Ehh?” Mitha menggaruk-garuk tungkaknya yang tidak gatal itu.

“Makan yuk! Udah, gausah malu-malu kali kalo sama aku..”

“Umm.. Yaudah dehh, aku nurut kamu aja.”

Sampailah mereka berdua di salah satu food court mall itu. Setelah itu mereka memesan makanan kesukaan masing-masing. Karena pada saat itu weekend, otomatis mall sangat ramai. Alhasil mereka harus lebih sabar menunggu pelayan datang. Suasana kota waktu itu pun sedang hujan. Menambah rasa lapar di perut Mitha.

“Eh Mit, aku ke toilet dulu ya? Efek ujan nih kek nya.” Ucap Rio sambil menutup paha depan menggunakan kedua tangannya,kaki yang sedikit disilangkan dan agak di goyang-goyangkan. Nada bicaranya pun agak meringis-ringis. Lumayan alay sih, tapi ya itulah Rio.

“Iyaa.. taa—“ Belum sempat menyelesaikan perkataanya, Rio sudah kabur duluan ke toilet. Mitha hanya terkekeh geli.

Selagi menunggu pesanan yang yaa, bisa dibilang cukup lama itu, Mitha coba menghilangkan rasa bosan dengan beberapa kali mengecek ponselnya, entah main game atau hanya mondar-mandir di bagian menu depan. Sambil menggoyang-goyangkan kedua kakinya dengan mulut yang mengkerucut, perhatian Mitha kini berubah ke benda pipih yang tadinya mati mendadak mengeluarkan cahaya yang diiringi bunyi notifikasi pesan. Dengan rasa penasaran, Mitha coba membuka ponsel itu.

From : Marsha
Iiihh kamu mah ada-ada aja yoo, haha lucu bat gilaa (emotikon ngakak).

Yang melihat mencoba membelalakan matanya. Ia masih tidak percaya. Didukung rasa penasaran dan sesuatu yang aneh didalam hatinya, gadis itu mencoba membuka percakapan yang ada di room chat itu. Ia men-scroll  kembali chat dari atas ke bawah, sambil membaca satu persatu chat yang ternyata isinya tidak terduga. Dari mulai gombalan receh Rio sampai perhatian Rio layaknya seorang kekasih itu. Dan Mitha tau benar bahwa perasaan gadis itu sudah lebih dari seorang teman. Ia merasa gadis itu telah menemukan sosok yang membuat dirinya nyaman.

Mata Mitha kini mulai terasa panas. Dadanya sesak, seolah bumi sedang menghimpit tubuhnya. Hanya sebuah kedipan saja air mata itu luluh di wajah gadis cantik itu. Tubuhnya hampir tumbang, tetapi dengan sekuat hati ia mencoba mengokohkan dirinya sendiri. Ia melamun. Entah pikirannya melayang jauh kemana ia tidak tahu. Setelah beberapa menit lamunannya buyar, digantikan sosok wanita berseragam khas dengan penampan yang berisikan makanan ditangannya. Mitha tersadar dari lamunannya. Sebisa mungkin ia memberikan senyuman-walaupun terpaksa-kepada wanita itu sebelum ia pergi.

Setelah beberapa menit, munculah sosok Rio dengan wajahnya yang bahagia. Sepertinya bahagia-setelah mengeluarkan sesuatu dari dalam tubuhnya. Dengan perasaan hati yang masih sedikit rapuh dan hancur, Mitha mencoba bersikap sewajarnya, bersikap biasa-biasa saja. Walaupun ada sedikit keganjilan pada sikap Mitha. Tetapi sepertinya Rio belum menangkap jelas apa yang dirasakan kekasihnya itu.

“Mit, ayo makan, katanya udah laper?”

“Ehh, iya yo..” Mitha membalas dengan sebuah fake smile.

Pada saat makan pun, mereka hanya diam. Mitha yang biasanya cerewet seolah mendadak menjadi diam. Rio yang biasanya meramaikan suasana kini hanyut dalam makanan masing-masing. Hanya ada suara sendok dan garpu yang saling beradu.
Setelah masing-masing perut dari mereka terisi penuh, saatnya mereka kembali ke rumah masing-masing. Mitha diantar Rio pulang ke rumah pastinya.

BRRUUUKKKKKK.

Mitha merebahkan dirinya ke kasur dengan kasar. Wajahnya tampak lesu, tidak bersemangat. Beberapa notifikasi dari Rio hanya dibalas seadanya saja oleh Mitha. Yang dilakukan Mitha saat ini adalah melamun dan melamun. Ia tak mengidahkan panggilan dari mamanya untuk makan malam bersama papanya. Ia menutup diri di kamar sampai malam hari, ketika lampu kamar Mitha dimatikan, kini yang terlihat hanyalah cahaya bulan di balik awan hitam. Semilir angin dari jendela kamar Mitha membuatnya merasa kedinginan. Dengan wajah yang tersembunyi dibalik selimut biru kesukaannya, air matanya pun tumpah tanpa seizin pemiliknya. Yang terdengar kini hanyalah suara isakan dari bibir kecil Mitha. Lamat-lamat dipandangnya wajah Rio dari wallpaper ponselnya. Ia hanya menatap miris muka Rio.

**
Sial! Kesiangan lagi deh aku. Huffttt.

Mitha langsung mempercepat langkahnya menuju gerbang sekolah. Beruntung, Mitha lebih cepat dua menit sebelum gebang itu benar-benar ditutup oleh pak satpam.

Ya, Mitha kesiangan akibat semalam iya begadang sambil menangis tersedu-sedu. Kini yang tersisa hanyalah sembab di mata Mitha. Ia terlihat seperti telah menangis. Tetapi, bukan Mitha namanya kalau tidak mempunyai akal yang cerdas. Dengan sigap, ia berpura-pura izin ke toilet. Dengan di damping Vita, teman sebangkunya. Di toilet Mitha mengucek-ngucek kembali matanya menggunakan air dari keran agar dirasa mendingan. Setelah dirasa cukup lebih baik, Mitha dan Vita kembali ke kelas. Vita yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Mitha hanya bisa bertanya-tanya dalam hati kecilnya sendiri. Seumur-umur ia baru melihat Mitha seperti ini.

“Kamu kenapa Mit? Bisa ikut ulangan matematika kan?” Tanya Vita ragu-ragu karena ia melihat wajah Mitha yang nampak lesu, karena belum sarapan akibat bangunnya kesiangan.

“Aku gapapa kok, ini efek semalem aja begadang gara-gara nonton drakor. Hehe.” Mitha mencoba meyakinkan temannya itu dengan senyum yang sedikit dipaksakan.

“Humm yaudah deh. Tapi nanti istirahat kamu jangan lupa makan ya?!”
“Iya Vit.” Mitha menggangguk lemah.
__

Bel istirahat pun berbunyi. Mitha dan Vita pergi ke kantin untuk mengisi kebutuhan jasmaninya, jasmani bagian perut tentunya. Mereka berada di kantin cukup lama, setelah bel berbunyi kurang lebih lima menit, mereka baru akan menuju ke kelas.

Dalam perjalanan menuju ke kelas, Mitha melewati kelas Rio, Kelas Rio berada di lantai bawah sedangkan kelas Mitha berada diatas. Mau tidak mau Mitha harus melewati kelas Rio terlebih dahulu. Ketika Mitha dan Vita melewati bagian pintu kelas Rio, Mitha tidak sengaja melihat Rio sedang asyik bercanda dengan Sandra, teman sekelasnya. Mereka bercanda berlebihan, bahkan beberapa kali Rio menggoda Sandra. Sandra pun menanggapinya, mereka terlihat seperti sepasang kekasih ketika sedang bersama.

Dada Mitha terasa sesak sekali, ia langsung cepat-cepat naik tangga. Vita bingung, alhasil ia hanya mengikuti langkah Mitha yang sekarang sudah tidak terlihat. Apalagi habis ini pelajaran bu killer, mau tidak mau Vita lari secepat mungkin.
Di kelas, Mitha hanya melamun, sepertinya ia sedang memikirkan sesuatu, ia bahkan sempat ditegur oleh Bu Maya.

**
Satu minggu setelah kejadian itu, Rio heran. Kenapa akhir-akhir ini Mitha selalu bertingkah cuek. Ia tidak seperti Mitha yang ia kenal. Ia curiga kalau ada apa-apanya. Ia coba menghubungi Sophia untuk mencari tahu bagaimana menghadapi Mitha saat ini. Rio mencurahkan segala isi hatinya  kepada Sophia. Hingga tak terasa berhari-hari mereka chatan. Rio memutuskan untuk mengadakan pertemuan dengan Mitha. Ia harus cepat menyelesaikan kasus ini.

Mitha yang awalnya menolak akhirnya memutuskan untuk datang. Dengan berat hati pastinya. Di salah satu kafe itulah sosok pemuda berbadan tegap sedang duduk dengan gaya maskulinnya. Dari gelagatnya, jelas. Dia sedang menunggu seseorang. Setengguk dua tengguk ia minum cappuccino hangat sambil sesekali melirik kearah arlojinya dan menghela napas berat.

Gadis manis yang dinanti-nanti itu akhirnya datang juga. Dengan memakai rok warna merah selutut, rambut yang dicepol dan dibiarkan sedikit terurai itu datang. Kehadiran Mitha langsung disambut oleh Rio. Ia mempersilahkan Mitha duduk di kursi. Setelah duduk, agaknya mereka masih sedikit canggung. Menit demi menit mereka lewati dengan keadaan hening satu sama lain. Seolah sedang terpaku pada jalan fikirannya masing-masing.

Karena merasa jenuh, Rio mencoba membuka pembicaraan.


“Kamu kenapa kaya gini? Kaya engga biasanya..” Nada suara Rio jadi agak memelas.

“Gapapa ko, lagi ga mood aja.” Mitha sedikit memalingkan mukanya ke kiri.

“Yang bener? Kalo ada apa-apa itu ngomong, jangan kamu pendem sendiri, gini kan akibatnya?”

“Udah aku bilang aku nggak kenapa-napa Rio.” Nada bicara Mitha agak sedikit kesal.

“Tuh kan, baru aja dibilangin. Aku itu udah tau sama sifat kamu, kamu gabisa boongin aku.”

Yang menjadi lawan bicaranya hanya bisa diam sambil memasang wajah sedikit cemberut.

“Coba sini liat hp kamu.” Mitha mengulurkan tangannya ke arah Rio.

“Buat apa?” Rio bingung.


“Udah siniin cepeett.” Akhirnya Mitha mengambil ponsel itu dari tangan Rio.

Sambil mengotak-atik ponsel Rio, mata Mitha memerah. Sambil menahan tangisnya, Mitha mengatakan semua yang dilihat dan dirasakannya waktu itu. Rio merasa kebingungan. Ia juga merasa bersalah ke Mitha.

“Semua yang kamu liat ini belum tentu bener Mit, percaya sama aku.”

“Percaya buat apa HA? Buat dijatuhin ke lubang yang sama untuk kedua kalinya? IYA?” Mitha agak emosi mengatakan hal itu, karena ia sudah lama memendam perasaan itu.

“Engga Mit, kamu itu salah paham. Dengerin aku dulu..”

“Dengerin buat apa lagi hah? Aku udah liat semuanya di hp kamu. Aku liat kamu godain Sandra di kelas pas aku lewat, dan, parahnya lagi, kamu malah curhatin sikap aku yang kemaren-kemaren ke Sophia yang jelas-jelas sahabat aku? Kamu dapet nomer dia dari siapa? Kamu tau nggak sih, sikap kamu yang curhat ke dia dan dia nasehatin kamu, kamu juga kasih perhatian ke dia itu udah bikin dia baper sama kamu! Kamu gabisa bedain apa cara chat cewek yang lagi suka sama cowok?! Secara nggak langsung kamu juga udah kasih dia harapan palsu, keliatannya dia juga udah nyaman sama kamu. Aku tau kamu orangnya perhatian. Tapi bisa lah, jangan ke cewe-cewe lain juga. Seenggaknya kamu hargain perasaan aku. Aku juga rela ngga chat lama-lama sama cowok lain. Itu semua demi njaga perasaan kamu tau!” Wajahnya berapi-api, tetapi semakin kesini suaranya terdengar parau.

“Kamu salah Mitha, aku nggak kaya yang kamu bayangin.. Plis Mitha, kamu jangan kayak gini,” Rio merasa bersalah.


“Udah ah yo, aku cape. Just let me alone, you’re free to do anything and without anyone feel jealous of them later on. Thanks for everyting you've given to me.” Mitha bergegas meninggalkan tempat itu, tetapi sebelum itu ia memberikan sebuah fake smile ke Rio.

“Tapi Mit, kasih aku kesempatan kedua kalinya, aku janji gabakal ngulangin lagi. Aku akan berusaha jadi yang terbaik buat kamu Mit.” Rio mencoba mengejar Mitha. Tetapi Mitha sudah naik taxi. 

Wajahnya yang imut kini berubah menjadi wajah yang sendu karena sepanjang perjalanan Mitha menangis sesenggukkan. Rambut yang tadinya dicepol kini berantakan. Terlihat dari balik kaca jendela sebuah twilight muncul diantara hiruk-pikuk kota dan suasana hatinya yang tidak karuan. Setidaknya Mitha masih bisa tersenyum melihat twilight diatas sana. Dalam hati yang sedang gundah, Mitha berbicara dengan twilight dari lubuk hati yang paling dalam.

Dear twilight.

I like the way you always make me melt. Kamu adalah masa transisi dari terang menuju gelap, seakan menyiratkan arti kehidupan yang sebenarnya. Kamu indah, tetapi biasanya yang indah hanya bertahan sebentar saja.

Semburat merah kejinggaan menyinari awan yang hendak kehilangan cahaya oleh mentarinya. Pandangan orang memang berbeda, ada yang menyambut dengan sukacita, ada juga rasa khawatir yang timbul dari datangnya twilight.

Akan tetapi, tenang twillight. Akan ada bulan yang akan menggantikamu mewarnai gelapnya lagit malam.

Sementara di tempat lain, Rio sedang mengacak-acak rambutnya dengan frustasi. Berulangkali dia membanting sesuatu ke lantai. Rio merasa gagal menjadi seseorang yang berarti untuk Mitha. Walaupun ia mengakui itu adalah kesalahannya, tetapi Rio ingin Mitha memberinya kesempatan untuk yang kedua kalinya. Ia berjanji akan memperbaiki ini semua. Tetapi itu tidak mudah bagi seorang Mitha. Sekali hati dia disakiti, ia sulit untuk tidak melupakannya. Ia mungkin sudah memaafkan Rio, tetapi tidak semudah itu ia menerima kembali seseorang yang telah mencabik-cabik hatinya. Bagaimana ia akan terlihat bahagia sedangkan kalau setiap bertemu dengan Rio, luka di hatinya itu selalu terlihat baru? Entahlah, hanya waktu yang bisa menjawab semuanya.

Kejadian itu berlangsung ketika bulan Desember, lima hari sebelum Mitha berulang tahun. Mitha saat itu sangat sedih karena ia telah dikhianati oleh seseorang yang ia berikan hatinya. Mitha jadi teringat sesuatu yang Vita ucapkan sehari setelah Mitha ditembak oleh Rio untuk menjadi pacarnya.

Ketika kamu sudah memberikan separuh hatimu kepada orang lain, maka bersiap-siaplah hatimu akan dipatahkan olehnya.

Mitha kini tau maksud dari perkataan Vita waktu itu. Semenjak kejadian bulan Desember, entah mengapa Mitha jadi agak phobia sendiri mendengar nama bulan terakhir itu. Ia selalu teringat bagaimana cinta pertamanya berakhir tragis di penghujung senja.




Komentar

  1. Kak,saran saya di publish di wattpad saja. Takut idenya di copy oleh orang yang tidak bertanggung jawab

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hi! sebelumnya terimakasih atas saran kamu. Saya juga pernah berfikir untuk di publish di WP, tetapi masih banyak hal lain yang harus dipertimbangkan. Toh kalau tulisan saya di copy berarti ya jadi tanggung jawab mereka sendiri nantinya :)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Jingga's

Meet Me in Other Universe

Kereta